Ads 468x60px

Kamis, 06 September 2012

BELAJAR MEMAINKAN BONANG BARUNG/PENERUS


Tehnik Pukulan
Bonang penerus/barung (slendro)

Mipil irama tanggung :
    2      1         2     3        2      1        2      6
212.2121  232.2323  212.2121  262.2626

3           3       .      .         6      5        3     2
3` 3` 3` 33`3`3`3`   656.6565  323.3232
3  3  3  3    3 3 3 3

Irama jadhi :
         2            1               2            3
212.212.212.2121  232.232.232.2323
         2            1               2            6    
212.212.212.2121  262.262.262.2626

Imbal kembang :
Dhong 1 BB : .1`.1`.1`...1`.1`.1`.1`        PANCER: 4 x 2
                         1  1  1     1  1  1  1
                BP :  2.2.2.2.2.2.2.2.
                         2 2 2 2 2 2 2 2

Dhong 2 BB : 232.261612
                        2  2  2        2
               BP :          61635612

Dhong 3 BB : 612`16..2`2`161653
               BP :                 61653533

Dhong 5 BB : 565.561615
                        5  5 5
               BP :         55561235

Dong 6 BB : 51615.23561216
              BP :             23216166

Imbal Mlaku :
BB : 1-3      BP : 2-5
         2-5              3-6
         6-2              5-1
         5-1              6-2
         5-2              6-3
         3-6              5-1

Ketawang :
irama I : 2:212.
               3:313.
               5:525.
               6:636.
               1:1121

irama II : .2.112..
                .3.113..
                .5.225..
                .515.6616
                .212.1121

Minggu, 05 Agustus 2012

PARIKAN

PARIKAN



Nang warung kok tuku puthu
Sing tuku iku pak raden
Ayo konco podho sinau
Nek wis pinter dadi presiden

Tuku bakso nang kertosono
Menyang pasar kok tuku janur
Ayo konco podho dongakno

Mugo-mugo aku sok dadi gubernur


Ali-ali ilang matane
Gantenana matane akik
Aja lali karo wong tuwane
Ngailingana ri kalane sih cilik

Manuk emprit
Menclok ning tebu
Dadi murid 
Sing sregep sinau

Yen kembange kembang lamtoro
Dudu kembang mawar melati
Mumpung konco isih mudra
Ayo konco sing ati-ati

 Bulek Tin ngundang sukuran
Aku ra teko polahe cacar
Valentine malah kepikiran
Solae aku rung duwe pacar

Jajan sekoteng
Nok prapatan karang ayu
Opo artine ngganteng
Nek ora payu-payu

Wiji duren arane pongge
Dibubur enak rasane
Lanangan/wedokan keren akeh tunggale
Sing jujur angel golekane

Nyuwek dluwang 
Nganggo lading
Iso nyawang
Ning raiso nyanding

Bisa nggambang 
Ora bisa nyuling
Bisa nyawang 
ora bisa nyandhing

Mangan kare 
Dicampur bubur
Yo ben kere 
Sing penting jujur

Yu Painten 
Keleleken jendelo
Cekap semanten 
Piatur kulo

Mangan kupat
Dicampur telo
Menawi lepat
Nyuwun ngapuro

( Tak tinggal jo awe-awe,sargulo seto hiburane )









Senin, 09 Juli 2012

PEMBUATAN WAYANG KULIT

Proses Pembuatan Wayang Kulit


Wayang kulit adalah seni tradisional Indonesia, yang terutama berkembang di Jawa dan di sebelah timur semenanjung Malaysia seperti di Kelantan dan Terengganu. Wayang kulit diciptakan Raja Jayabaya dari Kerajaan Mamenang/Kediri sekitar abad ke-10.
Wayang kulit sebagai sebuah penggambaran karakter manusia dalam pementasan, telah menjadi salah satu daya tarik pariwisata di Yogyakarta. Dalam bahasa Inggris, wayang lebih dikenal dengan sebutan "puppet shadow" yang berarti bayangan.

Berbicara tentang cara pembuatan wayang, tidak akan terlepas dari seni memahat. Dalam kerajinan ini, obyek yang dipahat adalah kulit kerbau sebagai bahan dasar pembuatan wayang. Alasan mengapa kulit kerbau dipakai sebagai bahan dasar pembuatan wayang lebih didasarkan pada kualitas kulit yang kuat.

Pembuatan wayang, khususnya wayang untuk pertunjukan, harus menuruti pakem (aturan.red) yang telah ada. Proses pembuatan 1 karakter wayang berbeda-beda tergantung ukuran dan karakter wayang itu sendiri.
Persiapan Pembuatan Wayang Kulit
Wayang kulit umunya terbuat dari kulit kerbau. Kenapa kulit kerbau? Karena tidak mengandung banyak minyak. Kulit sapi contohnya, memiliki kandungan minyak tinggi sehingga proses pengeringannya bisa sampai berminggu-minggu. Kulit kerbau sudah bisa langsung kering setelah dijemur 4 sampai 5 hari.

Kulit kerbau yang baru dikelupas dijemur di bawah sinar matahari dengan posisi dibentangkan. Jika cuaca sedang mendung, seluruh permukaan kulit kerbau ditaburi garam supaya tidak cepat busuk. Setelah benar-benar kering, kulit kembali direndam selama satu malam, kemudian dijemur lagi. Baru setelah kering untuk yang kedua kalinya bulu-bulu yang melekat pada kulit dikerok dengan pisau.

Peralatan yang digunakan untuk membuat wayang kulit adalah besi yang ujungnya runcing. Biasanya besi ini diambil dari jari-jari sepeda motor. Pada dasarnya besi dari baja ini digunakan untuk menata atau membuat berbagai bentuk lubang. Coba kamu perhatikan wayang kulit, ada banyak ukiran yang dibuat hingga benar-benar berlubang.
Proses Pembuatannya
Pertama kali yang dilakukan adalah menjiplak gambar atau pola yang sudah ada. Setelah itu digunting sesuai bentuknya. Pola yang sudah jadi terdiri dari beberapa bagian. Bagian tangan adalah yang dipasang pertama. Pada tangan ada dua sambungan: lengan bagian atas dan siku. Cara menyambungnya dengan sekrup kecil yang terbuat dari tanduk kerbau atau sapi. Untuk menggerakkan bagian lengan digunakan tangkai berwarna kehitaman yang juga terbuat dari tanduk kerbau.

Kalau kamu perhatikan, ada beberapa wayang kulit yang warnanya keemasan. Warna emas itu didapat dari prada, kertas warna emas yang ditempel. Cara lain adalah dengan dibron, dicat dengan bubuk yang dicairkan. Wayang yang menggunakan prada hasilnya jauh lebih baik karena warnanya lebih tahan lebih lama.

Salah satu pengrajin wayang yang dimiliki oleh Kecamatan Kraton adalah bapak Sugeng. Dia memulai usaha tersebut kurang lebih 20 tahun yang lalu. Galeri wayang bapak Sugeng terletak di lingkungan wisata Taman Sari. Galeri yang juga berfungsi sebagai rumah tersebut, menyimpan bermacam-macam tokoh wayang hasil karyanya. Galeri tersebut sering dikunjungi oleh wisatawan asing yang ingin mengetahui perihal wayang dan cara pembuatannya. Mengingat wayang buatan bapak Sugeng hanya dijual di galerinya saja, wisatawan dapat melihat dan membeli sekaligus mendapatkan informasi yang ingin diketahui.

Minggu, 24 Juni 2012

SEDIKIT TENTANG WAYANG KULIT

SEDIKIT TENTANG WAYANG KULIT

Wayang secara harfiah berarti bayangan. Dunia yang diperlihatkan lewat pertunjukan wayang merupakan bayangan dari kehidupan kita sehari-hari. Dari segi fisik,pertunjukan wayang,terutama wayang kulit,memang terjadi dari bayangan boneka wayang yang disorot oleh lampu Blencong dan jatuh pada kain putih bertepi merah yang menerang lebar atau disebut Kelir.
Penyajian cerita wayang kulit biasanya dilakukan semalam suntuk oleh seorang dalang. Pertunjukan dibuka dan ditutup dengan permainan wayang berbentuk seperti daun bernama Gunungan.
Gunungan ini merupakan pohon kehidupan, simbol dari dunia. Setelah cerita selesai, pertunjukan diakhiri dengan permainan wayang Golek. Golek berarti mencari. Maksudnya, penonton  diminta mencari makna atau pesan tersirat dari cerita yang baru saja dipertunjukan.
Wayang kulit telah dianggap sebagai warisan seni budaya teater Indonesia untuk dunia. Boneka wayang kulit panjangnya bervariasi dari 20 cm sampai 1 m dan terbuat dari kulit kerbau atau lembu yang ditatah/diukir. Pada pagelaran wayang, wayang-wayang ditancapkan pada Gedebog/batang pisang, dipisahkan menjadi dua bagian di kiri dan di kanan dalang yang melambangkan dua pihak, kebaikan melawan kejahatan.
Ornamen hiasan wayang kulit mempunyai arti/lambang tetentu. Bentuk tubuh, warna, ukuran, busana, dan perhiasan yang dikenakan menjadi ciri pembeda dari karakter/tokoh yang melambangkan watak tokoh dan kedudukannya. Jika tidak hafal nama si tokoh, kita tetap dapat mengetahui apakah ia seorang ksatria, Begawan, raksasa, dewa, atau punakawan.
Dalang memiliki peran yang sangat domain dalam pertunjukan wayang. Seorang dalang harus bisa menguasai semua dialog dan jenis suara setiap karakter, membuat suara-suara pembentuk suasana adegan, memberi komando pada para pemain gamelan, sambil tetap memainkan wayang ditangannya. Demikian sedikit tentang wayang kulit.
Wayang secara harfiah berarti bayangan. Dunia yang diperlihatkan lewat pertunjukan wayang merupakan bayangan dari kehidupan kita sehari-hari. Dari segi fisik,pertunjukan wayang,terutama wayang kulit,memang terjadi dari bayangan boneka wayang yang disorot oleh lampu Blencong dan jatuh pada kain putih bertepi merah yang menerang lebar atau disebut Kelir.
Penyajian cerita wayang kulit biasanya dilakukan semalam suntuk oleh seorang dalang. Pertunjukan dibuka dan ditutup dengan permainan wayang berbentuk seperti daun bernama Gunungan.
Gunungan ini merupakan pohon kehidupan, simbol dari dunia. Setelah cerita selesai, pertunjukan diakhiri dengan permainan wayang Golek. Golek berarti mencari. Maksudnya, penonton  diminta mencari makna atau pesan tersirat dari cerita yang baru saja dipertunjukan.
Wayang kulit telah dianggap sebagai warisan seni budaya teater Indonesia untuk dunia. Boneka wayang kulit panjangnya bervariasi dari 20 cm sampai 1 m dan terbuat dari kulit kerbau atau lembu yang ditatah/diukir. Pada pagelaran wayang, wayang-wayang ditancapkan pada Gedebog/batang pisang, dipisahkan menjadi dua bagian di kiri dan di kanan dalang yang melambangkan dua pihak, kebaikan melawan kejahatan.
Ornamen hiasan wayang kulit mempunyai arti/lambang tetentu. Bentuk tubuh, warna, ukuran, busana, dan perhiasan yang dikenakan menjadi ciri pembeda dari karakter/tokoh yang melambangkan watak tokoh dan kedudukannya. Jika tidak hafal nama si tokoh, kita tetap dapat mengetahui apakah ia seorang ksatria, Begawan, raksasa, dewa, atau punakawan.
Dalang memiliki peran yang sangat domain dalam pertunjukan wayang. Seorang dalang harus bisa menguasai semua dialog dan jenis suara setiap karakter, membuat suara-suara pembentuk suasana adegan, memberi komando pada para pemain gamelan, sambil tetap memainkan wayang ditangannya. Demikian sedikit tentang wayang kulit.

PRABU KRESNA

PRABU KRESNA, SANG TITISAN DEWA WISNU

Prabu Kresna merupakan salah seorang tokoh vital dalam kisah Mahabharata. Kresna merupakan seorang yang bijaksana, pintar, dan sangat sakti. Senjata cakranya nyaris tak terkalahkan sehingga sangat ditakuti oleh semua pihak. Kepintaran dan kepiawaian Kresna dalam tata negara serta siasat dan taktik perang sudah tidak perlu diragukan lagi. Kemampuan Prabu Kresna dalam mengatur roda pemerintahan terbukti sangat baik dari tatanan dan kehidupan masyarakat negeri Dwaraka yang maju, makmur dan sentosa. Demikian pula dengan siasat dan taktik perang yang dimiliki oleh Prabu Kresna, tidak ada yang memungkiri kemampuannya dalam hal yang satu ini. Karena itu pulalah Kresna menjadi penasehat perang para Pandawa dalam Bharatayudha.
Sosok Kresna merupakan salah satu ikon besar dalam perang Bharatayudha. Keterlibatannya yang sesungguhnya lebih dari hanya sebagai sais kereta kuda Arjuna, dia juga merupakan teman sekaligus guru spiritual dan penasehat perang para Pandawa. Salah satu nasehatnya kepada Arjuna yang paling terkenal ada pada kitab Bhagawad Gita, sebuah wejangan yang diberikan Kresna kepada Arjuna ketika timbul keragu-raguan Arjuna untuk melawan saudara-saudara sepupunya (Kurawa) dan para tetua Hastina lainnya. Akibat perannya dalam perang Bharatayudha dan keengganannya untuk menghentikan perang tersebut, Kresna menuai kutukan dari Dewi Gandhari, Ibu para Kurawa yang diliputi kesedihan mendalam akibat kematian seluruh anaknya. Kutukan itu mengakibatkan Kresna menyaksikan kepunahan seluruh anggota keluarganya, dan pada akhirnya Kresna sendiri juga tewas oleh anak panah salah sasaran seorang pemburu.

SEMAR

SEMAR

Kyai Lurah Semar Badranaya adalah nama tokoh panakawan paling utama dalam pewayangan Jawa dan Sunda. Tokoh ini dikisahkan sebagai pengasuh sekaligus penasihat para kesatria dalam pementasan kisah-kisah Mahabharata dan Ramayana. Tentu saja nama Semar tidak ditemukan dalam naskah asli kedua wiracarita tersebut yang berbahasa Sanskerta, karena tokoh ini merupakan asli ciptaan pujangga Jawa.
Sejarah Semar
Menurut sejarawan Prof. Dr. Slamet Muljana, tokoh Semar pertama kali ditemukan dalam karya sastra zaman Kerajaan Majapahit berjudul Sudamala. Selain dalam bentuk kakawin, kisah Sudamala juga dipahat sebagai relief dalam Candi Sukuh yang berangka tahun 1439.
Semar dikisahkan sebagai abdi atau hamba tokoh utama cerita tersebut, yaitu Sahadewa dari keluarga Pandawa. Tentu saja peran Semar tidak hanya sebagai pengikut saja, melainkan juga sebagai pelontar humor untuk mencairkan suasana yang tegang.
Pada zaman berikutnya, ketika kerajaan-kerajaan Islam berkembang di Pulau Jawa, pewayangan pun dipergunakan sebagai salah satu media dakwah. Kisah-kisah yang dipentaskan masih seputar Mahabharata yang saat itu sudah melekat kuat dalam memori masyarakat Jawa. Salah satu ulama yang terkenal sebagai ahli budaya, misalnya Sunan Kalijaga. Dalam pementasan wayang, tokoh Semar masih tetap dipertahankan keberadaannya, bahkan peran aktifnya lebih banyak daripada dalam kisah Sudamala.
Dalam perkembangan selanjutnya, derajat Semar semakin meningkat lagi. Para pujangga Jawa dalam karya-karya sastra mereka mengisahkan Semar bukan sekadar rakyat jelata biasa, melaikan penjelmaan Batara Ismaya, kakak dari Batara Guru, raja para dewa.
Asal-Usul dan Kelahiran
Lukisan Semar gaya Surakarta.
Terdapat beberapa versi tentang kelahiran atau asal-usul Semar. Namun semuanya menyebut tokoh ini sebagai penjelmaan dewa.
Dalam naskah Serat Kanda dikisahkan, penguasa kahyangan bernama Sanghyang Nurrasa memiliki dua orang putra bernama Sanghyang Tunggal dan Sanghyang Wenang. Karena Sanghyang Tunggal berwajah jelek, maka takhta kahyangan pun diwariskan kepada Sanghyang Wenang. Dari Sanghyang Wenang kemudian diwariskan kepada putranya yeng bernama Batara Guru. Sanghyang Tunggal kemudian menjadi pengasuh para kesatria keturunan Batara Guru, dengan nama Semar.
Dalam naskah Paramayoga dikisahkan, Sanghyang Tunggal adalah anak dari Sanghyang Wenang. Sanghyang Tunggal kemudian menikah dengan Dewi Rakti, seorang putri raja jin kepiting bernama Sanghyang Yuyut. Dari perkawinan itu lahir sebutir mustika berwujud telur yang kemudian berubah menjadi dua orang pria. Keduanya masing-masing diberi nama Ismaya untuk yang berkulit hitam, dan Manikmaya untuk yang berkulit putih. Ismaya merasa rendah diri sehingga membuat Sanghyang Tunggal kurang berkenan. Takhta kahyangan pun diwariskan kepada Manikmaya, yang kemudian bergelar Batara Guru. Sementara itu Ismaya hanya diberi kedudukan sebagai penguasa alam Sunyaruri, atau tempat tinggal golongan makhluk halus. Putra sulung Ismaya yang bernama Batara Wungkuham memiliki anak berbadan bulat bernama Janggan Smarasanta, atau disingkat Semar. Ia menjadi pengasuh keturunan Batara Guru yang bernama Resi Manumanasa dan berlanjut sampai ke anak-cucunya. Dalam keadaan istimewa, Ismaya dapat merasuki Semar sehingga Semar pun menjadi sosok yang sangat ditakuti, bahkan oleh para dewa sekalipun. Jadi menurut versi ini, Semar adalah cucu dari Ismaya.
Dalam naskah Purwakanda dikisahkan, Sanghyang Tunggal memiliki empat orang putra bernama Batara Puguh, Batara Punggung, Batara Manan, dan Batara Samba. Suatu hari terdengar kabar bahwa takhta kahyangan akan diwariskan kepada Samba. Hal ini membuat ketiga kakaknya merasa iri. Samba pun diculik dan disiksa hendak dibunuh. Namun perbuatan tersebut diketahui oleh ayah mereka. Sanghyang Tunggal pun mengutuk ketiga putranya tersebut menjadi buruk rupa. Puguh berganti nama menjadi Togog sedangkan Punggung menjadi Semar. Keduanya diturunkan ke dunia sebagai pengasuh keturunan Samba, yang kemudian bergelar Batara Guru. Sementara itu Manan mendapat pengampunan karena dirinya hanya ikut-ikutan saja. Manan kemudian bergelar Batara Narada dan diangkat sebagai penasihat Batara Guru.
Dalam naskah Purwacarita dikisahkan, Sanghyang Tunggal menikah dengan Dewi Rekatawati putra Sanghyang Rekatatama. Dari perkawinan itu lahir sebutir telur yang bercahaya. Sanghyang Tunggal dengan perasaan kesal membanting telur itu sehingga pecah menjadi tiga bagian, yaitu cangkang, putih, dan kuning telur. Ketiganya masing-masing menjelma menjadi laki-laki. Yang berasal dari cangkang diberi nama Antaga, yang berasal dari putih telur diberi nama Ismaya, sedangkan yang berasal dari kuningnya diberi nama Manikmaya. Pada suatu hari Antaga dan Ismaya berselisih karena masing-masing ingin menjadi pewaris takhta kahyangan. Keduanya pun mengadakan perlombaan menelan gunung. Antaga berusaha melahap gunung tersebut dengan sekali telan namun justru mengalami kecelakaan. Mulutnya robek dan matanya melebar. Ismaya menggunakan cara lain, yaitu dengan memakan gunung tersebut sedikit demi sedikit. Setelah melewati bebarpa hari seluruh bagian gunung pun berpindah ke dalam tubuh Ismaya, namun tidak berhasil ia keluarkan. Akibatnya sejak saat itu Ismaya pun bertubuh bulat. Sanghyang Tunggal murka mengetahui ambisi dan keserakahan kedua putranya itu. Mereka pun dihukum menjadi pengasuh keturunan Manikmaya, yang kemudian diangkat sebagai raja kahyangan, bergelar Batara Guru. Antaga dan Ismaya pun turun ke dunia. Masing-masing memakai nama Togog dan Semar.


Silsilah dan Keluarga
Dalam pewayangan dikisahkan, Batara Ismaya sewaktu masih di kahyangan sempat dijodohkan dengan sepupunya yang bernama Dewi Senggani. Dari perkawinan itu lahir sepuluh orang anak, yaitu:
·         Batara Wungkuham
·         Batara Surya
·         Batara Candra
·         Batara Tamburu
·         Batara Siwah
·         Batara Kuwera
·         Batara Yamadipati
·         Batara Kamajaya
·         Batara Mahyanti
·         Batari Darmanastiti
Semar sebagai penjelmaan Ismaya mengabdi untuk pertama kali kepada Resi Manumanasa, leluhur para Pandawa. Pada suatu hari Semar diserang dua ekor harimau berwarna merah dan putih. Manumanasa memanah keduanya sehingga berubah ke wujud asli, yaitu sepasang bidadari bernama Kanistri dan Kaniraras. Berkat pertolongan Manumanasa, kedua bidadari tersebut telah terbebas dari kutukan yang mereka jalani. Kanistri kemudian menjadi istri Semar, dan biasa dipanggil dengan sebutan Kanastren. Sementara itu, Kaniraras menjadi istri Manumanasa, dan namanya diganti menjadi Retnawati, karena kakak perempuan Manumanasa juga bernama Kaniraras.
Pasangan Panakawan / Punokawan
Dalam pewayangan Jawa Tengah, Semar selalu disertai oleh anak-anaknya, yaitu Gareng, Petruk, dan Bagong. Namun sesungguhnya ketiganya bukan anak kandung Semar. Gareng adalah putra seorang pendeta yang mengalami kutukan dan terbebas oleh Semar. Petruk adalah putra seorang raja bangsa Gandharwa. Sementara Bagong tercipta dari bayangan Semar berkat sabda sakti Resi Manumanasa.
Dalam pewayangan Sunda, urutan anak-anak Semar adalah Cepot, Dawala, dan Gareng. Sementara itu, dalam pewayangan Jawa Timuran, Semar hanya didampingi satu orang anak saja, bernama Bagong, yang juga memiliki seorang anak bernama Besut.
Bentuk Fisik
Semar memiliki bentuk fisik yang sangat unik, seolah-olah ia merupakan simbol penggambaran jagad raya. Tubuhnya yang bulat merupakan simbol dari bumi, tempat tinggal umat manusia dan makhluk lainnya.
Semar selalu tersenyum, tapi bermata sembab. Penggambaran ini sebagai simbol suka dan duka. Wajahnya tua tapi potongan rambutnya bergaya kuncung seperti anak kecil, sebagai simbol tua dan muda. Ia berkelamin laki-laki, tapi memiliki payudara seperti perempuan, sebagai simbol pria dan wanita. Ia penjelmaan dewa tetapi hidup sebagai rakyat jelata, sebagai simbol atasan dan bawahan.
Keistimewaan Semar
Keris pengantin dengan pegangan Semar
Semar merupakan tokoh pewayangan ciptaan pujangga lokal. Meskipun statusnya hanya sebagai abdi, namun keluhurannya sejajar dengan Prabu Kresna dalam kisah Mahabharata. Jika dalam perang Baratayuda menurut versi aslinya, penasihat pihak Pandawa hanya Kresna seorang, maka dalam pewayangan, jumlahnya ditambah menjadi dua, dan yang satunya adalah Semar.
Semar dalam karya sastra hanya ditampilkan sebagai pengasuh keturunan Resi Manumanasa, terutama para Pandawa yang merupakan tokoh utama kisah Mahabharata. Namun dalam pementasan wayang yang bertemakan Ramayana, para dalang juga biasa menampilkan Semar sebagai pengasuh keluarga Sri Rama ataupun Sugriwa. Seolah-olah Semar selalu muncul dalam setiap pementasan wayang, tidak peduli apapun judul yang sedang dikisahkan.
Dalam pewayangan, Semar bertindak sebagai pengasuh golongan kesatria, sedangkan Togog sebagai pengasuh kaum raksasa. Dapat dipastikan anak asuh Semar selalu dapat mengalahkan anak asuh Togog. Hal ini sesungguhnya merupakan simbol belaka. Semar merupakan gambaran perpaduan rakyat kecil sekaligus dewa kahyangan. Jadi, apabila para pemerintah - yang disimbolkan sebagai kaum kesatria asuhan Semar - mendengarkan suara rakyat kecil yang bagaikan suara Tuhan, maka negara yang dipimpinnya pasti menjadi nagara yang unggul dan sentosa.