Ads 468x60px

Minggu, 24 Juni 2012

SEDIKIT TENTANG SENI REYOG PONOROGO

SEDIKIT TENTANG SENI REYOG PONOROGO


Reyog merupukan bentuk teater yang dilakukan sekelompok drama tari dengan berbagai karakter pelaku. Sebuah kesenian tradisional khas daerah Ponorogo-Jawa Timur. Yang sekarang berkembang keseluruh Indonesia bahkan sampai ke manca negara. Latar belakang sejarah Reyog pada dasarnya sama dengan latar belakang sejarah munculnya berbagai kesenian Jawa pada umumnya yaitu muncul sebagai salah satu bentuk upacara kepercayaan pada kekuatan gaib setempat. Seiring perubahan waktu bentuk dan unsur upacara tersebut berubah menjadi satu bentuk hiburan atau kesenian rakyat yang berkembang lebih baik sesuai perkembangan jaman. Di mulai abad ke-14 menjadi sarana untuk memperingati peristiwa kepahlawanan atau ketokohan, selanjutnya sekitar abad ke-15 sudah berkembang menjadi suatu bentuk kelompok-kelompok tradisi yang berguna untuk hiburan masyarakat yang memang pada saat itu para pembesar pemerintahan juga mengajurkan adanya budaya Reyog tersebut. Sejak itu pula nama “Ponorogo” ada yaitu nama yang diberikan oleh kerajaan Wengker yang saat itu sedang masuk ke dalam ajaran Islam dengan seorang raja yang bergelar Wijayarasa. Maka ditandai pada paruh kepala meraknya membawa mutiara yang melambangkan biji tasbih. Sedangkan ide Reyog tesebut diduga pada jaman itu terinspirasi dari bentuk sebuah patung dari di gugusan Pura Belahan yang berdiri jaman kekuasaan Airlangga dari kahuripan dekat gunung Penanggungan, yaitu patung Dewa Wisnu diatas Garuda yang berbulu menyebar. Kemudian lain hal dengan cerita legenda dari drama tari Reyog ini sementara ada dua pendapat atau dua versi yang berkembang, yaitu versi Songgolangit dan Suryongalam. Versi Songgolangit ini yang banyak ditampilkan dan berkembang menceritakan kisah Sang Prabu Klono Sewandono dari kerajaan Bantara Angin yang ingin mempersunting Putri Kediri Dewi Songgolangit. Tetapi dengan berbagai Bebono atau persyaratan yaitu akhirnya menjadi bentuk kelompok Reyog itu yang maksud sebenarnya Sang Putri menolak lamaran tersebut. Di sini terdapat kisah percintaan juga peperangan dalam bentuk adu kesaktian. Sementara versi Suryongalam mengalah pada cerita Demang Suryongalam yang merupakan daerah bawahan kerajaan Majapahit ingin menyindir atau Satir raja Majapahit yang konon banyak di kendalikan oleh Sang Permaisuri, sehingga digambarkan dengan harimau sang raja hutan yang ditunggangi oleh burung merak yang lembut. Tokoh utama Reyog adalah Singo Barong yang berbentuk kepala harimau sebagai topeng yang besar dengan tatanan bulu merak yang mengembang lebar sebagai mahkota atau disebut Dhadhak Merak. Penari atau pembawa singo barong adalah orang yang kuat dan mengerti teknik menggerkkannya karena beratnya antara 40 kg sampai 60 kg itu harus digigit dengan gigi saja. Apalagi kadang-kadang di atas topeng harimau itu masih diduduki oleh seorang penari. Kemudian tokoh lain adalah Pujangga Anom atau disebut “Bujangganong” pelaku ini memakai topeng yang bentuknya lucu seram, muka warna merah dan mata melotot dengan rambut gimbal serta hidung nongol panjang yang khas dengan gerak tariannya yang selalu lincah dan akrobatik. Klono Sewandono adalah tokoh seorang raja yang berperan dan berpenampilan gagah dan berwibawa, jarang melakukan gerak tarian hanya waktu perang, juga memakai topeng yang beciri khas satria dan berani. Selanjutnya kelompok Jathilan, sejumlah (biasanya 4 orang laki-laki atau perempuan yang berpenampilan satria tapi feminim atau medo’i), dengan menunggang kuda replika dari kepang atau anyaman bambo, dengan gerak tari yang kompak bersama irama gending. Warok disini biasanya peran sebagai pembina dan sesepuh dari kelompok Reyog ini, diperankan oleh beberapa orang laki-laki yang biasanya bertubuh kekar dengan brewok, kumis dan jenggotnya lebat dengan bertutup kepala Blangkon khas Ponorogo tanpa bertopeng, bercelana hitam lebar di balut jarik batik gelap dengan ikat pinggang lebar besar serta tidak ketinggalan adalah kolor berupa tali tambang putih diletakkan di sabuk bagian depan menjuntai ke bawah yang dipercaya sebagai senjata andalan, gerak tariannya berat dan cenderung bersama-sama. Tidak ada Reyog tanpa gamelan khas, ini dilakukan oleh para pengrawit yang terdiri dari penabuh gendang dan ketipung, peniup Slompret atau teroper tebuat dari kayu dengan suara yang khas. Kemudian penabuh Kethuk dan Kenong, beberapa orang lagi pembawa dan penabuh Gong dan Kempul serta dua orang pembawa Aklung Bambu. Yang menjadi khas tabuhan atau gendingan Reyog ini adalah bentuk perpaduan irama yang berlainan antara kethuk kenong dan gong yang berorama slendro dengan terompet kayu yang berirama pelog. Maka bisa menghasilkan irama misuk yang tekesan magis dan membakar semangat serta menggairahkan. Demikian sedikit tentang Reyog.

0 komentar:

Posting Komentar